Dalam beberapa kesempatan
pelatihan Financial Literacy bagi anggota Credit Union Jembatan Kasih saya
meminta peserta untuk menuliskan pos-pos pengeluaran rutinnya setiap bulan.
Sebagian besar peserta menuliskan dan menempatkan pos pengeluaran untuk belanja
sembako menjadi urutan pertama yang disusul dengan pos pengeluaran untuk air, listrik dan angsuran rumah atau membayar
hutang. Tidak banyak yang menuliskan pos pengeluaran pertamanya menabung. Hal
tersebut mendorong saya untuk berbagi tentang motivasi atau alasan menabung.
Menabung sepertinya sesuatu yang memberatkan. Beberapa peserta menyampaikan
alasannya mengapa tidak bisa menabung. Alasan yang mengemuka dan menonjol
karena penghasilannya kurang. Pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup harian bahkan yang paling pokok sekalipun. Kebutuhan untuk
sekedar bertahan hidup saja belum sepenuhnya terpenuhi, apalagi harus menabung.
Pandangan tersebut selalu
muncul ke permukaan. Pandangan itu menurut saya tidak sepenuhnya benar, kendati
kedengarannya seperti benar. Menabung dari kekurangan adalah hal yang pernah
saya lakukan. Hal itu saya lakukan sejak saya mengenal credit union Januari
2009. Dari hidup yang tidak memiliki kebiasaan menabung menjadi menabung adalah
prioritas dalam mengelola keuangan keluarga. Pada awalnya mendengar dan
mengubah pola pikir bahwa menabung adalah suatu pengeluaran rutin, atau
menabung sebelum membelanjakan, sulit rasanya menerapkan. Namun ketika menabung
itu telah menjadi aturan yang harus dilakukan dalam keluarga, perlahan tapi
pasti, hal itu terlatih dan akhirnya terbentuk kebiasaan.
Menabung di Credit Union
Jembatan Kasih adalah pilihan kami. Menabung sebelum membelanjakan setelah
menerima penghasilan menjadi satu kebiasaan kami dalam mengelola keuangan
keluarga setiap bulan. Menabung mendapat tempat utama yang disusul dengan
membayar hutang-hutang kami. Namun rasanya tidak cukup berhenti sampai disitu.
Uang yang kami tabung di credit union, bisa saja nilainya turun akibat inflasi.
Maka sudah semestinya melakukan diversifikasi kekayaan dengan membelanjakan
uang pada investasi yang berbeda.
Saya rasa untuk itu dan yang tidak
kalah urgent-nya adalah aturan menabung
yang mengikat wajib dibuat dan ditegakkan. Jika aturan belum dibuat oleh negara
yang mewajibkan warganya untuk menabung, mari dari masing-masing kita membuat
aturan itu secara pribadi dan bersama dalam keluarga. Singapura, negara maju di
Asia Tenggara, ternyata telah membuat aturan bagi warganya untuk menabung.
Almarhum Perdana Singapura, Lee Kuan Yew menerapkan sistem
Central Provident Fund. Sistem itu merupakan sistem yang mewajibkan warganya
yang sudah bekerja untuk menabung, terutama untuk dana pensiun, kesehatan, dan
kebutuhan rumah tangga bahkan hingga 50% dari penghasilan sebulan. Dan sistem
tersebut merupakan salah satu sistem yang telah merubah wajah Singapura menjadi
sementereng saat ini.
Lalu apakah
menabung akan membuat kita kaya? Ya, jawabnya. Tetapi akan menjadi lebih kaya
dan bahkan lebih cepat kaya apabila kita berani dan bijak dalam membelanjakan
uang. Kita berani mengambil resiko yang sepadan dengan uang yang kita
belanjakan dengan mempertimbangkan kesempatan yang hilang saat kita
membelanjakan uang kita, dan bijak membelanjakan uang kita untuk hal yang
memang kita butuhkan. Kita semua butuh dana pensiun, butuh biaya berobat saat
sakit (dana darurat), butuh income pasif, butuh jaminan hidup layak disaat kita
harus menghabiskan sisa hidup yang lebih lama diwaktu tersebut. Kita butuh itu
semua. Tetapi beranikah kita membelanjakan uang kita untuk kebutuhan kita itu?
Saya rasa adalah
keputusan tepat jika kita membelanjakan uang kita untuk membeli aset yang dapat
memberikan arus kas. Setelah uang kita belanjakan, pundi-pundi tabungan kita
meningkat karena aset tersebut menambah pendapatan kita. Aset itu nilainya
harus naik atau setidak-tidaknya dapat bertahan dibandingkan dengan saat kita
beli. Atau setidak-tidaknya aset itu dapat menyesuaikan diri dengan inflasi, memberi
arus kas dan bertahan. Kriteria-kriteria inilah yang kita pertimbangkan sebelum
kita belanjakan uang yang kita miliki, yakni sesuai kebutuhan dan dapat
menambah harta bersih kita.
Sebagai satu
contoh maksud saya itu, ambil saja harga tanah dan bangunan diatasnya yang
dapat memberikan arus kas dan nilainya bertahan bahkan cenderung naik. Batam
adalah kota industri yang membuat banyak orang berburu rejeki. Mereka datang
merantau ke Tanah Melayu ini. Mereka datang dan membutuhkan tempat tinggal.
Tahun 2010 lalu, harga tanah berserta bangunan diatasnya dengan tipe 30/72
dipasarkan oleh pengembang dengan harga dikisaran 40-50 juta. Tahun 2014 tipe
yang sama di lokasi yang masih relatif dekat dengan lokasi rumah yang saya
sebutkan, dibandrol dengan harga berkisar 170-an juta. Rumah tersebut jika disewakan laku dengan
tarif satu juta lebih perbulan. Belum lagi ditambah dengan kehadiran pengembang
yang telah moncer di Jakarta ke Batam seperti Agung Podomoro Group. Harga tanah
di Batam langsung terkerek dan tak
terkira sebelumnya.
Membelanjakan
uang dengan bijak saya rasa akan sangat didukung oleh banyak pihak. Credit
Union salah satu lembaga pemberdayaan anggota sangat mendukung. Dukungan yang
diberikan dapat berbentuk pemberian
pinjaman untuk tambahan modal usaha dan yang lain.
Membelanjakan
uang dengan bijak tidak hanya belanja yang memang kita butuhkan dan kita pakai.
Lebih dari itu kita membutuhkan sesuatu yang lebih besar. Kita belanjakan uang
kita untuk itu, untuk investasi dan mempertahankan kekayaan kita jika harus
mengalami masa krisis dalam kehidupan kita. (Yustinus Joko Kristiono) ~*~